PORTALISLAM.CO.ID – KEHIDUPAN ini hari sarat dengan masalah yang melawan loyalitas kita untuk memegang kuat kalimat tauhid. Mengetes apa ketauhidan itu betul-betul sudah mengakar dan jadi fondasi kehidupan kita. Maka dari itu, untuk dapat stabil dalam bertauhid, karena itu kita harus juga tahu apakah itu lawan dari tauhid yang hendak menjerumuskan kita pada penyembahan ke selainnya Allah SWT. Lawan tauhid berikut yang selanjutnya kita mengenal dengan syirik.
Lawan kata tauhid ialah syirik, lawan dari iman ialah kufur. Sementara lawan dari Islam ialah usiliyah. Ada rumus dalam beragama, yakni apapun yang bertentangan dengan hal memiliki sifat konsep, tidak pernah dapat bersatu. Ada yang tidak dapat berdamai selama-lamanya. Ada yang perlu berperang selama-lamanya. Haq dengan bathil; tidak dapat didamaikan. Hal dan haram tidak dapat dikompromikan. Jika sudah masuk bersatu di antara yang halal sama yang haram, karena itu yang menang ialah yang haram. Siapa saja yang terjerumus di daerah syubhat yang kabur karena itu dia sudah ada di daerah yang haram. Yang halal sudah terang, yang haram juga terang.
Peperangan di antara penyembah Allah Ta’ala dengan penyembah thaghut, sampai akhir jaman tetap terjadi. Tidak sempat ada kata damai. Terkecuali untuk beberapa munafik. Disini keutamaan, kita ketahui apakah itu syirik. Sampai kita segera dapat memurnikan tauhid yang ada pada diri kita dan terbebas dari sikap orang munafik. Pada saat kita pahami tauhid, di waktu itu juga, kita harus juga ketahui apakah itu rivalnya. Temasuk apapun yang bisa menyimpang, sampai bisa membuat kita terjebak dalam kesyirikan.
Ini hari, beberapa orang yang depresi, tetapi tidak sadar jika dianya telah terkena depresi. Karenanya, ia tidak juga berobat untuk kurangi penyakitnya. Begitupun hal dengan kemusyrikan. Beberapa orang yang syirik, tapi karena tidak paham apakah itu tauhid dan syirik, karena itu jadilah dia terjebak kesyirikan.
Kesyirikan ialah keadaan saat kita telah menduakan Allah. Orang musyrik itu dapat memiliki iman ke Allah SWT, bisa juga tidak. Yang satunya, menyembah Allah SWT sebagai tuhan tapi juga berbakti pada selainnya Allah SWT. Tetapi, ada pula yang serupa sekali tidak memiliki iman ke Allah Ta’ala. Keduanya sama terjebak pada keadaan musyrik.
Bertauhid sendiri artinya memurnikan penghambaan semurni-murninya hanya kepada Allah. Surat Al-Ikhlas ayat 1-4:
قُلۡ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ
اَللّٰهُ الصَّمَدُ
لَمۡ يَلِدۡ ۙ وَلَمۡ يُوۡلَدۡ
وَلَمۡ يَكُنۡ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
Dalam surat pemurniaan tauhid ini, Allah Azza wa Jalla memberitahu kita bahwa:
1. Pemurnian penghambaan ke Allah Al-Quddus memiliki arti memberikan segala hal untuk Ia. Menyucikan segalanya yang mempunyai potensi mengotori kemurnian Dzat dan karakter-Nya bahkan juga jika itu ialah keakuan yang ada pada diri kita. Hapus egoisme dan keakuan untuk mengutamakan dan tempatkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya dalam lokasi yang tertinggi dalam jiwa sekalian mengaplikasikannya dalam tiap gerak cara setiap hari.
2. Jangan ada yang disayangi, jangan ada tempat tergantung, jangan takut, dan jangan mengharap ke lainnya melewati ke Allah Robbul Izzati.
3. Tulus itu tidak berarti ikhlas. Tetapi, tulus memiliki arti murni runduk pada perintah Allah Ta’ala.
Seperti Siti Masyitah yang perlu meredam jiwanya yang bergetar pada saat melihat anak-anaknya yang dilempar satu-satu dalam minyak yang mengelegak dan suaminya yang dibunuh di muka matanya. Masyitah tidak ikhlas, tapi ia masih tetap runduk pada perintah Allah SWT dan tegak mengatakan jika tuhan yang sebetulnya ialah Allah dan bukan Firaun. Berikut yang dikatakan sebagai tulus.
Pertahanan Masyitah nyaris roboh pada saat menyaksikan anak-anaknya satu-satu meninggal dunia di kuali besar Firaun. Tetapi, Allah SWT selanjutnya meneguhkan hati Masyitah dengan perkataan bayinya yang sebenarnya belum sanggup bicara. Ia berbicara, “Ibu telah ada di jalan yang betul.” Karena itu, tabahlah kembali hati Masyitoh dan ia dengan tulus berbicara saat dia akan dilempar juga ke kuali besar, “Ada satu permintaanku, sesudah badanku jadi tulang belulang, karena itu kuburkanlah bersama tulang belulang anak-anakku. Hingga saya bisa berpadu dengan anak-anakku tanpa terpisah kembali.” Firaun tekejut jika keinginan paling akhir Masyitoh bukan untuk dibebaskan dari kematian, tapi justru terima dengan lega karena runduk pada Allah Azza wajalla.
Keikhlasan Nabi Ibrahim AS yang untuk perintah Allah SWT selanjutnya menyembelih Ismail AS, suatu hal yang berhikmah dan memperkuat ketauhidan. Untuk Allah SWT, Ibrahim bahkan juga menyembahkan anaknya sendiri. Ketika berikut tak lagi ada saya, anakku, cinta pada makhluk, dan yang lain.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah bagaimana pendapatmu. Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai Ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.’” (Qs. As-Saffat ayat 102).
Tetapi, benar-benar sayang, ini hari banyak orang cuma memburu materi. Walau sebenarnya uang hanya alat. Uang tidak pernah mengakibatkan kesembuhan, tidak jadi pangkal kebahagiaan.
Beberapa orang yang berkuasa dan bahagia hanya orang yang dibantu oleh Allah Swt. Ada orang yang telah mempunyai segala hal dalam ukuran dunia, seperti pesawat jet individu, pulau individu, bahkan juga anak-anaknya sudah terlatih memakai helikopter individu saat melancong. Tetapi, ia tak pernah tenang. Ia tidak berbahagia.
Maka dari itu, lakukan segala hal yang bisa membuat Allah SWT memberi bantuan-Nya ke kita. Untuk sebuah kemenangan sejati di dunia dan akhirat.
اِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰهِ وَالۡفَتۡحُۙ
وَرَاَيۡتَ النَّاسَ يَدۡخُلُوۡنَ فِىۡ دِيۡنِ اللّٰهِ اَفۡوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Robbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sungguh Dia Maha penerima tobat.” (Qs. An-Nasr: 1-3).*
Oleh KH. Bachtiar Nasir