Khalid Misy’al: Palestina Kehilangan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi

Khalid Misy'al: Palestina Kehilangan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi khalid misyal palestina kehilangan syaikh yusuf al qaradhawi

PORTALISLAM.CO.ID – “Al Imam Yusuf al-Qaradhawi bukan setakat ayah Muhammad, Usamah dan Abdurrahman, tetapi dia ialah ayahku!” hebat Khalid Misy’al (Pimpinan Hamas) saat memberikan sepatah kata pada acara penyemayaman Syaikh Yusuf al-Qaradhawi di Doha, Qatar (Selasa, 27 September 2022).

Khalid Misy’al meneruskan, jika al-Qaradhawi ialah ayah dari angkatan ini, ayah para penuntut pengetahuan, ayah para du’at dan ayah para pejuang.

Saat mayat Syaikh Yusuf al-Qaradhawi diberangkatkan ke arah penyemayaman, lewat tayangan live, ada beberapa figur yang memberikan sepatah kata dari beragam negara.

Semua bersaksi atas keagungan figur penulis produktif itu. Semua menangis berasa kehilangan. Karena entahlah jika kembali Allah akan mendatangkan figur seperti beliau.

Ulama seperti Al-Qaradhawi berlaku wasatiyah (moderat/pertengahan), bukan hanya pada pengakuan atau khotbah untuk memperoleh pernyataan. Tetapi semuanya terealisasikan dalam laris lampah beliau semenjak awalnya keberadaannya.

Tetapi moderasi Islam yang dikumandangkan dan dijalani Yusuf al-Qaradhawi tidak lalu menjadikan diam atas kesewenang-wenangan yang terjadi di dunia Islam. Sikap beliau selalu terang, memihak ke kebenaran. Tidak mencari aman dan tidak mengincar kenyamanan.

Keterpihakan dan loyalitas lelaki beranak tujuh itu ke Palestina tak pernah berbeda sampai akhir hayatnya. Jika, apa yang sudah dilakukan Israel di Palestina ialah penjajahan yang perlu dienyahkan. Jika Bangsa Palestina memiliki hak untuk merdeka.

Kata Khalid Misy’al, “Syaikh Yusuf al-Qaradhawi memanglah tidak luruh di medang perang, tetapi meninggalnya masih tetap dalam perjuangan, seperti Khalid bin Walid yang wafat di atas pembaringan.”

Selanjutnya Khalid Misy’al ungkap, jika kita pantas mengucapkan syukur karena pernah berguru ke Al-Qaradhawi. “Kita belajar kepadanya bukan hanya pengetahuan, tetapi kita berguru bagaimana berlaku moderat, bagaimana terus memihak ke kebutuhan ummat!”

“Palestina benar-benar berasa kehilangan, Al-Aqsho terang kehilangan dan kita kehilangan!”

“Al-Qaradhawi ialah orang yang berani berteriak ke Beberapa raja Arab: Tidak boleh kalian meninggalkan Palestina, tidak boleh kalian diamkan Al Quds!”

“Kita pantas mengucapkan terima kasih ke Mesir, yang sudah melahirkan Qaradhawi, jadi tempatnya tumbuh dan belajar. Kita mengucapkan terima kasih ke Qatar yang sudah memberi khidmahnya ke Qaradhawi dan jadi tempat beristirahat terakhir kalinya.”
Kutipan-cuplikan di atas dikatakan oleh Khalid Misy’al di tengah keramaian lautan manusia yang mengikuti penyemayaman Syaikh Yusuf al-Qaradhawi.

Saya tak pernah punyai pengalaman apa saja berhubungan langsung dengan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi. Tidak sempat juga habis membaca beberapa bukunya, terkecuali satu buku saja: Kenanganku Bersama Ikhwanul Muslimin.

Tetapi entahlah, saat dengar kewafatan beliau, saat itu juga duka meraja. Air mata tidak tertahan. Ada beberapa bayang-bayang berkelebat, berkaitan aksi beliau sejauh hidup.

Semua kita secara mudah dapat memperoleh banyak info berkaitan Yusuf al-Qaradhawi. Karena reportase mengenai beliau banyak berserak. Baik aksinya secara akademis, literatur, gerakan, atau keulamaan. Sukai tidak sukai, Al-Qaradhawi ialah figur besar era ini!

Lebih dari dua ratus buku sudah ditulisnya, pada beragam disiplin pengetahuan. Menulis jihad tidak dari balik meja, tetapi dari medan juang.

Menulis zakat tidak dari kantor instansi pengumpul zakat, infaq dan shadaqah. Tetapi beliau bergumul dengan beberapa orang yang malas menjalankan zakat. Terbang ke beragam penjuru dunia, untuk merangkum tata cara penghimpunan zakat di jaman kekinian ini.

Zakat karier ialah hal yang tidak terbetik pada pikiran banyak ulama di jamannya. Tidak paham bagaimana merangkum dan masih bergelut, apa zakat karier itu dibetulkan atau mungkin tidak.

Al-Qaradhawi datang menjawab semua kegamangan. Hingga zakat karier hari ini sudah demikian digiatkan oleh beberapa instansi zakat di beragam negara, baik oleh pemerintahan atau swasta. Terhitung oleh mereka yang awalnya menampik pikirannya.

Saya baca di Wikipedia, rupanya Syaikh Yusuf al-Qaradhawi sempat tiga bali ganti kewarganegaraan: Mesir, Emirat, Mesir dan Qatar.

Di umurnya yang telah senja, Al-Qaradhawi harus (kembali) tersingkir dari tanah airnya, tersebab kepercayaan yang digenggamnya. Mesir yang sudah melahirkan dan mendidiknya, rupanya di pengujung waktu menyia-nyiakannya.

Qatar ialah negara kecil di jazirah Arab yang sudi memberi pengayoman dan pelindungan. Apa yang ditakutian beberapa raja Teluk, jika Al-Qaradhawi dengan latar belakangnya sebagai aktivis Ikhwan, dipandang akan mengganggu Pemerintah, toh rupanya benar-benar tidak bisa dibuktikan sejauh kehadiran beliau di Qatar.

Karena sebenarnya Syaikh Yusuf al-Qaradhawi tak pernah punya niat pemberontakan ke pemerintah negara mana saja. Namun, dia memang bernada keras pada kezaliman yang sudah dilakukan oleh pemerintah satu negara. Juga, Yusuf al-Qaradhawi masih tetap bergerak, terus menyangga kemerdekaan Palestina.

Hanya itu. Iya, hanya itu yang diperjuangkan Yusuf al-Qaradhawi lewat beberapa (kecil) balkonnya dan (pernah) turut serta secara fisik bersama para mujahidin.

Selebihnya, Al-Qaradhawi mewakafkan umurnya untuk pengetahuan dan peradaban Islam. Sukai tidak sukai, tersebut ada.

96 tahun usia yang Allah ijinkan untuk Syaikh Yusuf Qaradhawi. Semenjak umur produktif, Al-Qaradhawi tidak pernah diam. Pasti perjuangan dan pengabdian beliau tidaklah habis. Lalu apa ada di di antara kita yang ingin ikut serta menyelesaikannya?

(Abrar Rifai)

Tinggalkan Balasan