PORTALISLAM.CO.ID – Kelurga Muslim, Rupanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan supaya wanita tidak berkhalwat (berdua-duaan) dengan saudara ipar secara eksklusif. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ» فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَرَأَيْتَ الحَمْوَ؟ قَالَ: «الحَمْوُ المَوْتُ»
“Jangan sampai kalian masuk wanita tanpa mahram.” Selanjutnya seorang dari golongan Anshar berbicara, ‘Apa pendapatmu mengenai ipar?’ Rasulullah menjawab, “Ipar ialah maut.” (HR. Al-Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172).
Imam Nawawi rahimahullah berbicara: “Yang diartikan dalam hadis adalah famili suami selainnya ayah dan anak-anaknya, karena mereka (ayah dan anak-anaknya) ialah mahram istri. Mereka bisa berdua dan tidak dipanggil dengan istilah kematian. Tapi, yang diartikan hanya saudara lelaki, paman, anak paman, anak lelaki saudara wanita, dan selainnya mereka yang dihalalkan wanita menikah dengannya andaikan tidak bersuami. Umumnya famili suami dipandang sepele, dan dia lebih patut untuk dilarang dibanding lelaki asing.” (Fathul Bari, 9/243).
Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam larang untuk berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram pada umumnya. Dan saudara ipar yang musuh tipe, dia bukan mahram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Jangan seorang lelaki berduaan dengan wanita, terkecuali dengan didampingi mahramnya.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Begitu cantiknya bimbingan Islam yang agung dan sesuai dengan fitrah manusia untuk jaga kesucian hati. Hadis di atas sebagai peringatan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya waspada dalam berkawan dengan saudara ipar sebab bisa mengantar pada tindakan dosa, seperti serong, zina, takhbib (menghancurkan rumah tangga orang), dan maksiat yang lain.
Begitu tragisnya fitnah ipar yang sanggup mengguncangkan beberapa pilar kesatuan rumah tangga sampai mengantarkannya pada jurang kehinaan. Ini teror besar untuk orang yang mempunyai jiwa dan berdasar pada syariat Islam yang lempeng. Dan fitnah (bujukan) dari musuh tipe itu penting dijauhi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
“Tidak ada sepeninggalku fitnah (masalah) yang paling beresiko untuk lelaki selainnya fitnah (masalah) pada wanita.” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740).
Dan dalam hadis ini tidak diperbedakan di antara wanita gadis dengan wanita bersuami. Semua wanita ialah fitnah (godaan), baik masih gadis atau telah bersuami. Bahkan juga, perhatian ayat ini!
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Jika kamu minta suatu hal (kepentingan) ke mereka (isteri-isteri Nabi), karena itu minta dari belakang tirai. Langkah yang begitu lebih suci untuk hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab : 53).
Beberapa teman dekat diperintah untuk minta suatu hal dari balik jilbab pada istri-istri Nabi. Lihat! Mereka pada kondisi telah bersuami. Tetapi, masih tetap diperintah untuk jaga diri dari fitnah.
Diceritakan, satu hari diadakan sebuah perundangan makan yang mereka namakan jamuan kekerabatan. Yang terjadi selanjutnya ialah, salah seorang lelaki dari keluarga itu mengundang saudara lelakinya berikut istrinya untuk tiba. Selanjutnya mulai mereka nikmati arak bersama, di mana dia perbanyak ukuran arak untuk beberapa suami dan kurangi ukuran untuk istri. Dan dirinya cuma minum sedikit, supaya masih tetap sadar (terbangun) hingga bisa mainkan peranan jahatnya. Sesudah kurang lebih satu jam lama waktunya, maboklah beberapa suami sampai tidak sadar diri. Diteruskan selanjutnya dengan sentuhan-sentuhan dan senda canda yang ikut mengambil sisi di antara dianya dengan istri-istri saudara-saudaranya yang sudah sedikit mabok karena mengucurnya alkohol di kepala mereka. Sampai yang terjadi setelah itu lelaki barusan memakan istri-istri saudaranya sendiri di dekat beberapa suami mereka yang sedang mabok. (Diambil dari buku Hadiah Perkawinan [terjemah], Mahmud Mahdi al-Istambuli, hlm. 456)
Ini sebuah narasi dari imbas jelek pertemanan bebas yang sebenarnya benar-benar dimurkai Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Kasus yang sekarang ini kadang dipandang sepele dan remeh. Tidak ada satu syariat juga yang diperintah-Nya tanpa segi maslahat. Allah lah Dzat Yang Maha Pengontrol dengan penataan yang sebagus-baiknya. Berikut pengamanan dari Allah ‘Azza wa Jalla yang membuat perlindungan golongan lelaki dan wanita supaya terlindungi dari melihat dan nikmati kasus yang dilarang syariat. Bisa saja dengan kebebasan nikmati keelokan istri saudaranya, seorang pria tertarik dan membanding-bandingkannya dengan istrinya sendiri sampai dapat memunculkan hati tidak suka istrinya. Orang yang mempunyai rasa cemburu tentu saja tidak biarkan istrinya berduaan dengan saudaranya sendiri yang bukan mahram.
Dan baiknya tiap pasutri yang sedang mengawali kehidupan rumah tangganya sebaiknya mempunyai rumah sendiri atau terpisah dari keluarga suami atau istri. Ditambah lagi saat di dalam rumah itu ada ipar, baik dari keluarga suami atau istri, karena itu norma pertemanan Islami perlu ditegakkan supaya kehidupan sesuai dengan panduan Islam. Begitu kerap perselisihan antara pasutri dipacu oleh kasus di atas, baik dari faksi orangtua, mertua atau ipar-iparnya. Dengan tempati rumah terpisah, baik punyai sendiri atau kontrak insya Allah masalah rumah tangga dapat diminimalkan, bi idznillah.
Kehidupan pernikahan semakin lebih damai dan serasi saat di rumah tidak ada seseorang, privasinya lebih terbangun dan akan disanggupi ketenangan dan kenyamanan, berikut baiti jannati (rumahku ialah surgaku). Fitnah syahwat itu sebetulnya benar-benar hebat, dan saat iman turun, lalu setan membisik-bisikinya untuk melakukan perbuatan dosa, peluang di muka mata dan dia lupa dzikrullah, karena itu Allah sanggup membolak-balikkan hatinya. Renungkan! Mudah-mudahan sepotong cerita mengenai bahaya ipar di atas memberi motivasi bernilai dan supaya kita ingat jika cuma Allah lah yang sanggup membuat perlindungan kita dari dosa dan maksiat.
Wallahu a’lam.
Referensi:
1. Mahkota Pengantin (terjemah), Majdi bin Manshur bin Sayyid asy-Syuri, Pustaka at-Tazkia, Jakarta, 2018.
2. One Heart, Rumah Tangga Satu Hati Satu Langkah, Zaenal Abidin bin Syamsudin, Pustaka Imam Bonjol, Jakarta, 2013.
3. Kado Perkawinan (terjemah), Mahmud Mahdi al-Istambuli, Pustaka Azzam, Jakarta, 2003.