Secara hukum fikih, perilaku lesbian tindakan haram, bisa membatalkan wudhu, Ibnu Hajar menggolongkan perbuatan ini sebagai bentuk penyimpangan fitrah manusia
Oleh: Dr. Ahmad Alim, Lc, M.A
PORTALISLAM.CO.ID – AKHIR-AKHIR ini permasalahan lesbianisme sudah mengundang perhatian khalayak luas. Bagaimana penglihatan fikih atau hukum Islam menyaksikan masalah lesbian ini?
Masalah ini tentu saja harus disaksikan dari sudut pandang hukum Islam, bukan penglihatan sekularisme atau humanisme. Karena, hukum Islam ialah dasar yang sesuai fitrah manusia.
Sekularisme dan humanisme cuma memandang masalah secara partial, bahkan juga beradaptasi dengan gairah manusia. Dan jiwa manusia terus akan mengikuti nafsu bila tidak dituntun oleh wahyu atau ketentuan Allah.
Hukum Islam atau fikih ditegakkan dalam rencana mengontrol nafsu, supaya manusia masih tetap pada fitrahnya.
Lesbian, sudah lama ditelaah oleh beberapa ulama, baik dari segi pemahaman atau hukumnya. Dia sudah disetujui sebagai sikap melanggar fitrah dan hukumnya haram.
Istilah lesbian dalam Lisaanul ‘Arab disebutkan اَلسَّحْقُ yang maknanya adalah halus dan yang lembut. Selanjutnya dari kata ini, berkembang kalimat مُسَاحَقَةُ النِّسَاء, yang memiliki arti jalinan tubuh yang sudah dilakukan oleh 2 orang wanita seperti yang sudah dilakukan oleh golongan luth (homoseksual) (Ibn Mandzur, Lisan Al-A’rab, Entri Sahq (سحق). Beberapa ulama seperti Imam Alusy menyamai di antara sichaq (lesbi) dengan sikap golongan luth (homo), karena illah (argumen) tindakannya sama, yakni penyelewengan seksual yang dilaknat oleh agama (Alusy, Ruhul Ma’ani, Volume VIII, hlm. 172-173).
Bengis dan haram mutlak
Ke-2 sikap menyelimpang ini, baik lesbi dan gay sama disumpah oleh Islam. Oleh karena itu Rasulullah ﷺ sudah memberi teguran ke umatnya supaya menjauhi dari tindakan ini.
Hal tersebut seperti yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, jika Rasulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي عَمَلُ قَوْمِ لُوطٍ
“Sebenarnya yang paling saya takuti (menerpa) umatku ialah tindakan golongan Luth.”(HR. Ibnu Majah : 2563).
Rasulullah ﷺ bersabda :
“Terlaknatlah orang yang meniduri binatang, terlaknatlah orang yang lakukan tindakan golongan Luth alaihis salam.” Beliau ucapkan berkali-kali, 3x mengenai liwath (homoseksual, tindakan golongan Luth alaihis salam).” (HR: Ahmad no. 1875)
Berdasar hal tertera di atas, beberapa ulama sudah setuju jika praktik lesbi ialah haram secara mutlak, dan tidak ada khilaf dari mereka dalam permasalahan ini, bahkan juga tindakan ini dikatakan sebagai zina wanita(زِنَى النِّسَاءِ). Hal tersebut berdasar sabda Nabi ﷺ :
” السحاق زنى النساء بينهن “.
“Praktik lesbi ialah zina wanita dari mereka.” (Hadis dikeluarkan oleh Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, Pustaka Dar Al-Sa’adah, Vol.IX, hlm.30). Dalam hadis lainnya, Nabi ﷺ bersabda:
” إِذَا أَتَتِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَهُمَا زَانِيَتَانِ “
“Jika seorang wanita bertandang ke (meniduri) seorang wanita karena itu ke-2 nya berzina.” (Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kafi, Dar Al-Ma’rifah,1997, hlm.177)
Mengaitkan hadis itu, Ibn Bantai menggolongkan tindakan lesbian ini sebagai wujud penyelewengan fitrah manusia, dan aktornya terhitung dalam kelompok aktor dosa-dosa besar yang mengharuskan untuknya untuk selekasnya bertaubat ke Allah (Ibn Bantai, Al-Zawajir A’n Iqtiraf Al-Kaba’ir, Mesir : Al-Azhariyyah Al-Mishriyyah, Vol.2,hlm.119).
Dari segi yuridis (hukum), beberapa ulama sudah setuju jika hukuman untuk aktor sichaq (lesbi) ialah ta’zir, di mana pemerintahan yang mempunyai kuasa untuk tentukan hukuman yang terbaik, hingga dapat memberi dampak kapok untuk aktor tindakan haram ini. Ibn Qayyim berbicara dalam Al-Jawab Al-Kafi sebagai berikut :
وَلَكِنْ لاَ يَجِبُ الْحَدُّ بِذَلِكَ لِعَدَمِ الإِيْلاَجِ، وَإِنْ أُطْلِقَ عَلَيِهِمَا اسْمُ الزِّنَا الْعَامُ
“Namun, tidak harus kepadanya (yakni dalam tindakan lesbi) hukuman (bunuh) karena tidak ada ilajj (jalan keluar/obat, yakni jima’) meskipun dipasangkan ke ke-2 nya (yaitu homo dan lesbi) nama zina pada umumnya.” (Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kaf, hlm.177). Ibn Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan jika lesbi terhitung kelompok zina, walau hukumannya berlainan.
Dia menjelaskan :
وَإِنْ تَدَالَكَتْ امْرَأَتَانِ، فَهُمَا زَانِيَتَانِ مَلْعُونَتَانِ; لِمَا رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: إذَا أَتَتْ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ، فَهُمَا زَانِيَتَانِ. وَلا حَدَّ عَلَيْهِمَا لأَنَّهُ لا يَتَضَمَّنُ إيلاجًا يعني الجماع. فَأَشْبَهَ الْمُبَاشَرَةَ دُونَ الْفَرْجِ، وَعَلَيْهِمَا التَّعْزِيرُ. انتهى
“Jika dua wanita sama-sama bersinggungan (lesbi), karena itu ke-2 nya ialah berzina yang dilaknat, karena sudah diriwayatkan dari Nabi ﷺ, jika beliau bersabda: “bila wanita bertandang ke wanita, karena itu ke-2 nya ialah berzina.” Ke-2 nya tidak dihadd, karena tidak ada ilajj yakni jima’. Karena itu hal tersebut sama dengan mubasyaroh ( مُبَاشَرَةٌ ) – bersinggungan – tanpa farji dan ke-2 nya harus dita’zir.”(Ibn Qudamah, Al-Mughni, Vol.10, hlm.162).
Maka hukuman untuk lesbi ialah ta’zir. Hukuman ta’zir tidaklah sampai membunuh aktornya, tidak seperti rajam untuk pezina lelaki dan wanita. Walau demikian, tidak berarti ini dosa remeh.
Malah lesbi tindakan bengis. Dia wujud dari zina yang dilaknat oleh Allah. Dia disetarakan dengan liwath – zina yang sempat dilaksanakan golongan nabi Luth. Lesbi dan liwath ialah tindakan bengis, yang dapat mengundang adzab Allah.
Jika hukuman ta’zir itu tidak terwujud di dunia, karena itu hukuman itu akan dikerjakan di akhirat. Dalam masalah ini Allah berfirman :
وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَقُّ
“Dan sebenarnya hukuman akhirat ialah lebih keras.” (QS: Ar-Ra’d [13]: 34).
Resiko Hukum
Selainnya ta’zir seperti diterangkan di atas, tindakan lesbian menyebabkan beberapa resiko hukum, tersangkut beribadah dan mu’amalah. Pelajari diterangkan jika hukum lesbi ialah haram mutlak dan dia wujud dari zina.
Dalilnya terang, dan tidak ada ulama yang melegalisasinya. Karena itu, akreditasi dan penghalalan lesbian lewat media, buku,seminar, sebagai kelompok wujud kekufuran.
Aktor pelegalan semacam ini dikritik oleh agama. Rasulullah ﷺ menyebutkan orang yang menebarkan kekufuran itu sebagai sebagai “Duat Ila Abwabi Jahanam” (beberapa penyeru ke pintu jahanam). Beliau bersabda:
قال رسول الله : (دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ, مَنْ أَطَاعَهُمْ قَذَفُوْهُ فِيْهَا)
“Mereka itu, beberapa penyeru ke arah pintu neraka jahanam, barangsiapa yang patuh ke mereka pasti mereka menjerumuskannya didalamnya.” (HR: Bukhari hadis No. 3606, 7084 dan Muslim, hadis no. 1847).
Bila ada dua wanita yang lakukan pernikahan, karena itu wujud nikah itu tidak syah. Tidak ada alasan yang mengiyakannya.
Dalam sudut pandang fikih, pernikahan lesbian terhitung dalam kelompok nikah semacam dan hukumnya gagal, dengan kata lain tidak syah secara hukum Islam karena sudah keluar Al-Maqasid Al-Syar’iyyah Al-Kubra yakni hifdz al-nasl (melestarikan turunan). (dalam Izz Al-Din Abd Al-Salam, Al-Qawaid Al-Kubra, hlm.15).
Hal yang lain yang harus dipahami – terutamanya aktor lesbian – jika sikap lesbi bisa menggagalkan wudhu. Imam Malik berbicara :
لَمْسُ امْرَأَةٍ لأِخْرَى بِشَهْوَةٍ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ، لأِنَّ كُلًّا مِنْهُمَا تَلْتَذُّ بِالأْخْرَى
“Sentuh wanita sama-sama wanita bila disertai dengan syahwat, karena itu hal tersebut bisa menggagalkan wudhu, karena ke-2 nya sama-sama rasakan kepuasan birahi.”(Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Vol.I, hlm.99).
Karena itu, sebaiknya beberapa muslimah waspada, bila bersinggungan dengan sesamanya janganlah sampai ke jatuh ke kepuasan birahi. Karena dapat membawa ke kesenangan semacam.
Selainnya menggagalkan wudlu, aktornya harus mandi, seperti wajibnya seorang lelaki dan wanita terkait. Bila aktor sichaq (lesbi) itu terjadi inzal (keluar mani) karena itu untuknya kewajiban untuk mandi hadast besar (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin, Vol.I, hlm.107).
Bila melakukan sedang dalam puasa, karena itu puasanya gagal. Praktik sichaq ini bisa menggagalkan puasa bila terjadi inzal (keluar mani), dan untuknya harus bayar kafarat puasa Ramadhan (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin, hlm.100).
Demikianlah, lesbian benar-benar bengis, terhitung aktornya. Aktornya tidak mendapatkan kehormatan.
Misalkan, kredibilitasnya dalam hukum ditampik. Aktor lesbi ditampik kesaksiaannya di pengadilan, karena terhitung wanita yang fasik.
Seperti yang sudah mahfum jika persyaratan jadi saksi ialah adil (al-‘adalah), sementara sikap sichaq (lesbi) keluarkan aktornya dari karakter al-‘adalah ke arah kefasikan hingga persaksian tidak syah dengan karakter fasik yang menempel kepadanya (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Vol.IV, hlm.238).
Karena demikian bengis praktek lesbian itu, karena itu hukum fikih atur dan usaha menghindarinya sejak awal kali bila ada wanita yang berpotensi lesbian. Bila terjadi, karena itu dua aktor harus dibagi dengan wanita lainnya, sampai dia betul-betul pulih.
Aktor sichaq (lesbi) dilarang melihat dan berkawan dengan wanita muslimah, seperti lelaki yang melihat wanita yang bukan mahramnya, karena dicemaskan berlangsungnya fitnah. (Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin, Vol.V, hlm.238).*
Penulis Mudir PPMS Ulil Albaab UIKA (Universitas Ibnu Khaldun ) Bogor. Artikel diambil dari thisisgender.com